MENGHARUKAN,
PENYESALAN TERDALAM SEORANG SUAMI
22 Nov 2019
by: jabrigbicos
by: jabrigbicos
Bismillahir-Rahmaanir-Rahim …
Penyesalan memang selalu datang terlambat pada kehidupan kita, dan penyesalan terkadang hanya memberi duka yang mendalam pada kita, disaat mengenang kembali sejarah silam yang menjadi penyebab penyesalan itu muncul …, demikan yang aku alami saat ini.
Duka yang teramat mendalam itu kini
masih mendera dalam lubuk hatiku yang paling dalam, saat menyadari bahwa saat
ini aku tengah kembali menyendiri, setelah setahun silam orang yang sangat
mengasihi aku, orang yang sangat peduli padaku telah dipanggil oleh Allah.
Aku adalah seorang lelaki yang telah
membina mahligai rumah tangga bersama seorang wanita sholehah sejak tahun 2004
silam, kuakui, memang pernikahan itu terjadi karena perjodohan yang diinginkan
oleh Orang tua kami masing-masing, sebab orang tuaku dan orang tua maryam (Nama
istriku,-samaran) adalah memiliki ikatan keluarga, ..
.. meskipun ikatan itu tidak terlalu
dekat, akan tetapi masa kecil mereka hingga dewasa dan menikahnya hampir selalu
bersama (Ayahku dan ayahnya maryam berteman sejak kecil) sehingga kesepakatan
untuk menjodohkan kami selaku anak-anaknya tak bisa dielakkan lagi.
Jujur aku sendiri awalnya tidak begitu respek dengan perjodohan itu, dan ketidak respekan itu bukan tanpa alasan, betapa tidak, pertama usiaku dan maryam terpaut 4 tahun, saat menikah saat itu usia maryam memasuki 28 tahun sementara aku masih berusia 24 tahun. Yang kedua maryam memiliki latar belakang pemahaman agama yang sangat kuat, sementara aku mengenal islam hanya dari kulitnya saja (Islam KTP).
Jujur aku sendiri awalnya tidak begitu respek dengan perjodohan itu, dan ketidak respekan itu bukan tanpa alasan, betapa tidak, pertama usiaku dan maryam terpaut 4 tahun, saat menikah saat itu usia maryam memasuki 28 tahun sementara aku masih berusia 24 tahun. Yang kedua maryam memiliki latar belakang pemahaman agama yang sangat kuat, sementara aku mengenal islam hanya dari kulitnya saja (Islam KTP).
Maka dari perbedaan itulah membuat
aku jadi tidak respek dengan rencana perjodohan itu, sementara kudengar dari
beberapa teman kampusku yang mengenal organisasi dimana maryam bernaung, katanya
hampir semua bahkan mungkin semua wanita seperti maryam yang taat dalam
memegang syariat islam serta menggunakan jilbab syar’i memiliki impian bisa
menikah dengan lelaki yang memiliki ketaatan yang sama seperti mereka, lelaki
sholeh, berjenggot dengan celana diatas mata kaki.
Dan aku sendiri yakin saat
perjodohan itu direncanakan, ada sejuta protes dihati maryam menyadari bahwa
lelaki seperti akulah yang dijodohkan dengannya, tetapi kondisilah yang tidak
membuatnya sanggup untuk melawan keinginan orang tuanya, apalagi aku juga
sangat mengenal watak orang tua maryam yang keras.
Begitulah.., tak pernah terlintas
dalam benak kami berdua bahwa justru berbagai perbedaan itu menyatukan kami
berdua dalam sebuah ikatan pernikahan yang suci, dan setuju atau tidak, ikhlas
atau tidak akhirnya tahun 2004 itulah awal kebersamaan kami menjalani biduk
rumah tangga.
Usai pernikahan tersebut
dilaksanakan, terasa ada banyak hal yang lain kurasakan, betapa tidak, aku
lelaki yang tidak memiliki bekal pengetahuan agama lantas harus menikah dengan
seorang gaids muslimah yang taat dan berjilbab lebar, banyak hal berkecamuk
dalam benakku, haruskah aku hidup dalam bayang-bayang istriku dan turut ikut
arus dengan kehidupannya yang kental dengan agama itu?, ..
.. atau sebaliknya haruskah aku
memaksanya untuk ikut arus dengan kehidupanku yang santai dan apa adanya?,
fikiran2 itulah mulai muncul dalam benakku diawal pernikahan kami, dan aku
sendiri bingung mau dibawa kemana biduk rumah tangga kami yang dibangun dengan
banyak perbedaan ini.
Jujur, sebenarnya aku melihat dan
menyaksikan sendiri bahwa istriku adalah istri yang sangat baik, melayaniku
sepenuh hati dalam segala hal, meskipun aku tahu mungkin tidak ada cinta
dihatinya untukku, tetapi tak sedikitpun kata-kata protes keluar dari bibirnya.
Setiap hari aktifitas ibadahnyapun
masih terus berlangsung tanpa sedikitpun mengusik ketenanganku, maksudku, tak
sedikitpun dia mengoceh memintaku untuk sholat bila tiba waktu sholat, semuanya
berlalu begitu saja. Demikian pula aku sering mendapatinya selalu eksis
mendirikan sholat malam dan akupun tak pernah memprotesnya.
Waktu terus berlalu dan tanpa terasa
pernikahan kami telah membuahkan hasil, dimana setahun setelahnya lahirlah bayi
mungil hasil pernikahan kami, bayi laki-laki yang akhirnya kuberi nama frans
meskipun ibunya cenderung memanggilnya ahmad, lucu memang, bila bayi itu berada
ditanganku, maka aku memanggil dia dengan sebutan frans, biar keren dan ikut
perkembangan zaman (Cara pandangku terhadap nama-nama anak dizaman modern ini),
..
.. sementara bila sikecil mungil itu
berada dalam buaian maryam, maka namanya berubah menjadi ahmad, pernah bebrapa
kali aku menegurnya :
‘Hei.., dizaman semodern ini koq
masih pakai nama ahmad sih .. yang keren dikit dong, seperti nama yang sudah
kukasi padanya “FRANS”, supaya gak malu-maluin .., zaman modern koq masih pakai
nama ahmad, apa kata dunia …’ itulah celotehku setiap kali mendengar istriku
memanggil frans sikecil jagoanku dengan sebutan ahmad. Tetapi tak ada
sedikitpun maryam menanggapi celotehku, dan semua berlalu begitu saja.
Jujur ada satu hal yang paling
membuat aku jengkel dari istriku, ditengah aktifitas kantorku yang padat, dari
dulu sampai memasuki setahun pernikahan kami pasti setiap hari selasa dia
selalu meminta diantarkan kerumah Gurunya (Murobbiyah-), katanya tarbiyah, ..
.. dan pasti setiap hari selasa itu
pertengkaran pun sering terjadi, betapa tidak, aku yang sibuk dengan pekerjaan
kantor harus menerima telepon dan sms darinya meminta diantarkan kerumah
gurunya itu, dan kalau telepon dan sms2nya gak dibalas pasti akan disusul
dengan telepon dan sms susulan “Abi, tolong antarkan ummi tarbiyah dong,
tinggal sejam lagi tarbiyah akan dimulai” ..
.. begitu gambaran smsnya padaku
menjelang waktu tarbiyahnya dimulai, dan selalu dikirimnya dengan sms susulan
yang bunyinya tambah memelas penuh pengharapan, dan akhirnya membuatku mau
tidak mau harus pulang kerumah dan mengantarnya ketempat tarbiyahnya, ..
.. pokoknya sejak saat itulah setiap
hari selasa pasti masalah yang timbul itu2 saja, dan aku sangat jengkel sekali
bila haru pulang rumah dari kantor hanya untuk mengantar dan menjemputnya lagi.
Jadinya sebelum mengantar dan
menjemputnya pasti selalu diawali dengan pertengkaran kecil. aku sendiri sudah
pernah memperingatnya untuk berhenti menekuni tarbiyahnya itu, tetapi disetiap
permintaan itu kulontarkan, pasti air matanya akan mengucur deras sambil
berujar ..
“abi, maafkan ummi, bukannya ummi
tidak mentaati perintah abi, tapi ummi mohon jangan putuskan tarbiyah ummi,
sebab bila itu terjadi, pasti hati ummi akan terasa gersang karenanya, sebab
dari waktu sepekan, hanya ada satu hari ummi berkumpul dengan teman-teman ummi
dan membicakan kondisi ummat saat ini serta hal-hal lain yang bisa membuat ummi
merasa damai dalam menjalani hidup ini”
Hmm.., jujur mendengar permintaannya
yang memelas itu sedikit membuatku tergugah dan sedikit penasara, apa sih
tarbiyah itu?, koq istriku selalu memberi alasan bahwa hatinya akan selalu
tenang dan damai kalau ikut tarbiyah, maksudnya apa sih, gak faham deh…’ ujarku
dalam hati.
Dan hal lain yang membuatku tidak
suka adalah panggilan sayangnya padaku “Abi”, huhhggg..apa gak ada panggilan
yang lebih keren apa??, papi kek, kang mas kek, koq panggil Abi…, pernah
beberapa kali saat tamuku dari kantor datang kerumah kupanggil dia dengan
sebutan mami saat aku minta dibuatkan minuman, ..
.. tetapi malah di jawabnya iya abi,
huuhhgg jengkelnya aku saat itu, entahlah, mungkin karena sudah terbiasa
jadinya dia selalu keceplosan, padahal sudah ada kesepakatan sebelumnya bahwa
panggilan abi dan ummi itu kuizinkan diberlakukan saat berdua saja, selebihnya
harus komitmen dengan panggila papi dan mami, tetapi dasar dikarenakan apa,
selalu saja dia lupa dengan kesepakatan itu.
Pendengar nurani yang baik ..
Kuakui bahwa istriku begitu baik
padaku, bahkan dimataku hampir-hampir tak ada cacat dan celahnya kebaktiannya
padaku, dari sisi biologis aku selalu dipenuhi, keperluan hariankupun tak
sedikitpun terlalaikan olehnya, tetapi yang membuat aku sangat jengkel
aktifitas dakwahnya masih terus jalan, bahkan teman-temannya selalu datang
kerumah untuk menimba ilmu darinya, ..
.. katanya Mutarrobbinya, jujur aku
sebenarnya gak masalah bila ada yang datang bertamu kerumah, tetapi kalau sudah
ditentukan hari yang rutin kemudian dengan jumlah tamu yang berpakaian sama
dengan jumlah yang tidak sedikit, apa nantinya tanggapan para tetangga, dan hal
itupun menjadikan pertengkaran kecil diantara kami.
“Mi, aku malas jadi bahan omongan
orang, katanya kita memelihara aliran sesatlah, aliran yang tidak jelaslah,
bisa nggak sih untuk yang satu ini mami ikuti permintaan papi, tolong.., jangan
bawa teman2 mami itu kerumah.., apalagi mereka ngumpul hampir setiap pekan
sekali…” celotehku disuatu hari.
“Astagfirullah abi, mengapa abi
mempersoalkan pandangan tetangga ketimbang pandangan Allah, insya Allah dalam
rutinitas trabiyah ummi ini tidak sedikitpun kaitannya dengan aliran sesat atau
apalah yang mereka tuduhkan, semua ini hanyalah pengajian biasa yang hanya
memperdalam halafaln al-qur’an dan hadist dan mengevaluasi diri-diri kita
melalui majelis ilmu seperti ini, tidak lebih abi..demi Allah…”
“Hahh.., pokoknya papi tidak setuju,
apapun alasannya…, kalau mami mau menghidupkan majelis-majelis ilmu seperti
yang mami bilang itu, maka silahkan cari tempat lain, jangan dirumah ini…”
ujarku lagi
“Tapi abi.., kalau ummi mencari tempat
lain itu artinya akan menjadi 2 hari dalam sepekan ummi keluar rumah, dan itu
artinya akan menyita waktu abi untuk antar-jemput ummi, bukankah abi tida suka
direpotkan..?, ummi mohon sama abi.., mohon diizinkan.., semoga dengan
berlalunya waktu para tetangga perlahan-lahan akan faham, dan insya Allah ummi
pula akan bersilaturahim kerumah ibu-ibu tetangga untuk bersosialisasi dengan
mereka tentang hal ini, insya Allah mereka faham dan akan balik mendukung
majelis ini, ummi hanya memohon dukungan abi..”
“hah..terserah mami saja
deh..pokoknya papi tidak akan ikut campur bila ada para tetangga yang mengamuk
gara-gara masalah ini.., dan kalaupun itu terjadi, silahkan mami sendiri yang
berurusan dengan mereka..!!” celotehku sambil berlalu meninggalkan istriku yang
tertunduk diam, kudengan suara paraunya berujar “Insya Allah abi..”
Perjalan waktu semakin membawa
pernikahan kami pada usia yang lebih dewasa, dan Alhamdulillah ditahun ke 3
pernikahan kami, lahir lagi bayi mungil kecil dari rahim istriku, bayi mungil
berjenis kelami perempuan itu kuberi nama Jesica (agar lebih keren), meskipun
seperti halnya frans, istriku memberi nama lain jesica dengan panggilan
fatimah, …. aduhh … kuno bangett .. ujarku dalam hati mendengar panggilan
fatimah dari mulut istriku saat menggendong jesica.
Dan begitulah, terasa aneh memang,
persatuan kami dalam sebuah ikatan pernikahan tidak lantas membuat kami bersatu
dalam hal-hal yang prinsip, termasuk pada pemberian nama putra-putri kami,
jadilah 2 nama sekaligus disandang oleh Putra-putri kami, FRANS dan JESICA
sapaan akrabku untuk kedua permata hatiku, sementara AHMAD dan FATIMAH sapaan
akrab ibunya untuk keduanya, ..
.. terasa aneh memang tetapi itulah
yang telah terjadi dalam pernikahanku, tidak hanya itu saja, dalam panggilan aku
dan istrikupun sering ada perbedaan yang kontras diantara kami, aku terbiasa
menggunakaan sapaan PAPI dan MAMI untuk kami berdua, sementara istriku terbiasa
dengan gelar ABI dan UMMI, pokoknya aneh banget kalau di bayangkan, tetapi itu
realita.
Suatu hari terjadi pertengkaran
hebat antara aku dan maryam, seperti biasa masalahnya adalah mengantarnya
ketempat tarbiyahnya, saking jengkelnya karena sudah kuperingati agar berhenti
dari aktifitas itu, akhirnya aku tidak menggubris permintaannya, kumarahi dia dengan
kemarahan yang luar biasa marahnya menanggapi permintaan itu, bahkan kepadanya
kulontarkan makian tak layak dilontarkan karena saking ngototnya istriku
meminta diantarkan ketempat tarbiyahnya.
“Dasar istri durhaka, ditaruh dimana
ilmu yang kau pelajari hah samapi-sampai begitu kerasnya membatah keinginan
suami?, atau memang kau mau cari-cari alasan ya supaya papi murka dan naik
pitam?, bukankah papi sudah ingatkan kalau masalah mengantar saja yang selalu
jadi soal, maka berhenti…, apa susahnya sih?, tapi kalau mami mau ngotot ikut
tarbiyah itu lagi, silahkan.., jalan sendiri dan pulang kerumah juga sendiri,
amankan..?, ..
.. jujur sebenarnya papi dari dulu
tidak rspek dengan aktifitasmu ini, tapi karena setiap kali kau memohon dengan
tetesan air mata maka papipun mengizinkannya, tapi kalau begini caranya
kayaknya papi sudah tidak respek lagi deh, jadi untuk kali ini mami dengarkan
papi ‘TOLONG BERHENTI IKUT TARBIYAH itu, titik..!!!” ujarku dengan kemarahan
yang sudah memuncak sampai keubunn, hingga akhirnya dia melontarkan kata-kata
yang membuatku sedikit terdiam tak berkutik.
“Abi, andai tidak menjaga
kehormatanku sebagai seorang istri yang tak pantas keluar rumah tanpa mahrom,
maka mungkin ummi tidak akan pernah memelas seperti ini pada abi, dan mungkin
ummi sudah keluyuran sendiri sesuka hati ummi layaknya wanita-wanita lain yang
kelayapan sesuka hati mereka mesti tanpa sepengetahuan suami-suami mereka, ummi
hanya ingin, agar kemurkaan Allah tidak menimpa ummi mana kala ummi harus
bepergian tanpa mahrom, ..
.. padahal ummi telah memiliki
mahrom, apalagi kantor abi sangat dekat dengan rumah kita dan waktu tarbiyah
ummipun selama ini bertepatan dengan waktu istirahat kantor abi, apa ummi salah
bila ummi meminta sedikit waktunya abi untuk sekedar mengantar ummi ketempat
tarbiyah.
Maafkan ummi bila sudah membuat abi
marah, hukum ummi bila salah..cambuk ummi bila ummi khilaf.., tapi sekali lagi
semua ini ummi lakukan untuk menjaga kehormatan ummi sebagai seorang istri,
terus terang ummi sering merasa cemburu dengan teman-teman tarbiyah ummi, ummi
cemburu melihat keahagiaaan mereka yang begitu datang tarbiyah diantar oleh
suami-suami mereka dengan penuh cinta, ..
.. dikecup keningnya sebelum mereka
berpisah, dan dijemput lagi dengan penuh kesabaran meskipun suami-suami mereka
jauh lebih sibuk dari abi.
Bahkan ummi sangat cemburu melihat
salah seorang teman ummi yang rumahnya tidak jauh dari tempat tarbiyahnya,
tetapi suaminya tak sedikitpun membiarkan istrinya keluar rumah tanpa
didampinginya lalu ditinggalkalah pekerjaannya hanya untuk mengantar istrinya
ketempat tarbiyah yang sebetulnya tak jauh dari rumahnya, sekali lagi maafkan
ummi abi…” jawab istriku dengan deraian air mata, mendengar semua itu hatiku
sedikit tersentuh, ada semacam keharuan mengalir dari dalam hatiku, akan tetapi
buru-buru perasaan itu kutepis dan berlalu meninggalkannya.
Hingga suatu hari ketika usia
pernikahan kami memasuki tahun ke lima, terjadi kejadian tragis pada istriku,
sebuah kejadian yang membuat mata hatiku terbuka dan menyadari kekhilafanku
selama ini, yah, suatu hari istriku meminta diantarkan tarbiyah dan dengan hati
yang menggerutu aku mengantarnya ketempat tarbiyahnya, ..
.. tetapi sebelumnya aku sudah
ingatkan dia agar setelahnya dia naik angkot sendiri untuk pulang kerumah, pada
hari itu aku sebetulnya tidak sedang banyak kerjaan, bahkan saat itu aku sedang
santai dirumah bersama kedua permata hatiku yang memang hari itu aku minta pada
istriku untuk meninggalkan mereka dirumah bersama ibuku (nenek dari
anak-anakku), hingga beberapa waktu kemudian datang sebuah sms di hpku, ..
.. ya, sebuah sms dari istriku yang
berbunyi “Assalamu ‘alaikum, afwan abi, alhamdulillah ummi sudah selesai
tarbiyah, bisa jemput ummi sekarang ??” begitulah isi sms dari istriku yang
hanya kubaca saja lalu kuletakkan kembali hpku.
Beberapa menit kemudian masuk lagi
sms darinya dengan bunyi “afwan abi, semua teman-teman ummi sudah dijemput
suami-suaminya, tinggal ummi sendiri disini, tuan rumahnya mau keluar sekelurga
(maksudnya murobbiyahnya sekeluarga), sementara waktu mau magrib, tolong jemput
ummi ya..?” isi sms itu lagi, tapi lagi-lagi sms itu hanya kubaca dan
kuletakkan kembali hpku di meja TV.
Beberapa kali kudengar hpku
berdering dan aku berfikir bahwa itu telepon dari istriku, hingga sms terakhir
darinya kembali masuk ke hpku “afwan abi, abi sakit ya, ya udah kalau gitu,
ummi mohon izin naik angkot aja, doakan ummi semoga sampai dengan selamat
kerumah ya, uhibbuka fillah” isi sms istriku yang ke tiga kalinya, hatiku lega
saat membaca sms itu, dan itu artinya aku tak perlu lagi menjemputnya, aku
sendiri berharap bahwa ini adalah awal yang baik baginya, supaya kedepannya dia
bisa mandiri dan berangkat sendiri ke tempat tarbiyahnya sendiri.
Malam semakin larut namun istriku
tak kunjung tiba kerumah, padahal prediksiku dua jam yang lalu seharunya dia
tiba dirumah, tapi kok hingga 2 jam berlalu dia tak kunjung tiba, ada apa
gerangan??, apa dia tidak tahu jalan pulang?, aduh gimana nih..? ujarku dalam
cemas, beberapa kali aku hubungi nomor hpnya tapi tidak dijawab-jawab dan itu
membuat aku lebih bertambah cemas, ..
.. ditambah lagi dengan frans yang
mulai rewel karena mungkin rindu dengan ibunya, sebab memang hari ini adalah
hari pertama ibunya tarbiyah tannpa mengajak frans dan jesica, ada apa dengan
maryam ya.., ya Allah ada apa dengan istriku?, ujarku semakin cemas, dan entah
mengapa malam itu perasaanku sedikit berbeda dari biasanya, aku merasakan
seperti sangat mencinta istriku dan begitu takut kehilangannya, .. bahkan aku
merasa bahwa hari itu entah mengapa rasa rinduku tiba-tiba mulai menyelinap
dalam bathinku, ada apa ini.
Pendengar, hingga beberapa jam
kemudian hpku berdering dan Alhamdulillah ternyata nomor istriku menelpon,
hatiku sangat girang saat itu, dengan buru-buru kuangkat teleponnya
“hallo..,mami dimana..?, koq belum nyampe-nyamope?” tanyaku dengan nada cemas, tetapi alangkah kagetnya aku ketika kudengar bukan suaranya yang menjawab melainkan suara seorang wanita yang sangat asing ditelingaku.
“hallo..,mami dimana..?, koq belum nyampe-nyamope?” tanyaku dengan nada cemas, tetapi alangkah kagetnya aku ketika kudengar bukan suaranya yang menjawab melainkan suara seorang wanita yang sangat asing ditelingaku.
“maaf pak, hp ini milik istri bapak
ya?, begini pak, tadi sore sekita 3 jam yang lalu istri bapak mengalami
kecelakaan, beliau di tabrak mobil saat keluar dari mesjid dan tubuhnya
menghatam tembok pagar mesjid, …
.. sepertinya beliau lagi nunggu
angkot dan singgah sebentar untuk sholat magrib dimesjid, mobil yang
menabraknya sudah melarikan istri bapak kerumah sakit terdekat tetapi ditengah
perjalanan karena banyaknya darah yang keluar istri bapak meninggal dunia,
sekarang istri bapak di RS FULAN tepatnya dikamar jenazah, mohon bapak segera
datang” jawab wanita itu terbata memberikan keterangan atas kondisi istriku,
dengan sedikit gemetar seakan tak percaya tiba-tiba HP yang ada dalam
genggamanku terlepas dan terjuntal kelantai.
Air mataku tiba-tiba turun dengan
deras dari kelopak mataku, sedih.., menyesal atas semua tindakanku selama ini
padanya, dan dengan masih perasaan tak percaya aku segera bergegas menuju RS
yang telah ditunjukan padaku, bergegas aku kekamar zenajah mengikuti arahan
salah seorang petugas jaga, ..
.. dan Subhanallah, kusaksikan
dengan mata kepalaku sendiri tubuh istriku yang terbaring kaku bersimbah darah,
ditubuhnya masih lengkap dengan pakaian syar’i, menurut salah seorang wanita
yang berdiri tak jauh dari ranjang dimana istriku dibaringkan (Wanita yg
menelpon aku ddan mengabarkan istriku kecelakaan), menurutnya mereka dan tim
medis sengaja tidak membuka pakaian yg dikenakan wanita itu atas permintaannya
saat sekarat manakala dilarikan ke RS, ..
.. beliau meminta agar jangan sampai
ada lelaki yang menyentuhnya dan membuka auratnya sampai keluarganya datang
menjemputnya, wanita tersebut menuturkan dengan deraian air mata, menurutnya
lagi saat sekarat taka ada sedikitpun tanda-tanda kesakitan pada wajah istriku,
bahkan hingga nyawanya berpisah dari raganya.
Ya Allah, betapa mulianya hati
istriku, hingga dalam keadaan sekaratpun dia masih meminta agar kehormatannya
tetap dijaga, perlahan bayangan masa lalu kami kembali terpampang dalam
benakku, betapa istriku takut bepergian sendiri tanpa ada mahrom, bahwa betapa
kuatnya dia menjaga kehormatannya sebagai seorang muslimah, tetapi aku telah
lalai dari menjaganya, ya Allah ampuni aku…, ampuni aku…, terlalu banyak dosa
yang telah kuperbuat selama hidupku.
Hingga saat ini kesedihan itu masih
terus menggerogoti perasaanku, meskipun sebuah kesyukuran sendiri buatku sebab
setelahnya Hidayah itu menyapaku. Tetapi sungguh, hanya Allah yang tahu isi
hati ini, bahwa hingga hari ini aku belum bisa melupakannya dan memafkan diriku
sendiri, apalagi mengingat betapa mulianya hati istriku, jujur selama pernikahan
kami, tak pernah satupun dia kuberikan uang gajiku, bahkan dia tidak tahu
berapa penghasilanku setiap bulannya, ..
.. subhanallah, begitu sabarnya dia
padaku, dan yang lebih membuatku sangat bersedih lagi adalah tak pernah satu
kalipun selama pernikahan kami aku membelikannya pakaian yang syar’i, seingatku
pakaian muslimah syar’i yang dipakainya selama menikah denganku adalah pakaian
yang memang telah dimilikinya sebelum menikah denganku dan lagi-lagi dia tidak
pernah mengeluh padaku, ..
.. kudapati pula jubah yang
dipakainya saat kecelakaan itu telah sobek dibagian punggungnya, dan dari
sobekan itu sudah ada jahitan2 sebelumnya yang telah lapuk, andai saja dia
tidak memakai jilbab besar, mungkin sobekan itu akan terlihat jelas. dan hal
lain yang membuat aku semakin pilu adalah dokter memberikan keterangan bahwa
ada janin yang diperkirakan berusia 6 pekan dalam kandungan istriku, Yaa Allah
ampuni aku…ampuni aku ya Allah..kasihan istriku..betapa sabarnya dia
menghadapiku selama ini.
Pendengar Nurani yang baik
Alhamdulillah saat ini aku telah
aktif tarbiyah, andai istriku masih ada, pasti dia akan bahagia melihat aku
saat ini yang Alhamdulillah telah tersentuh oleh hidayah-Nya, tetapi sayang dia
telah tiada, yang tersisa hanyalah kenangannya dan juga Ahmad dan Fatimah.
Duhai mujahidahku tersayang, maafkan
abi yang telah melalaikanmu..
Abi tahu berlarut-larut dalam
kesedihan ini tak baik.., tetapi kesedihan ini entah mengapa tak pernah lekang
dari perasaan abi..
Abi janji pada ummi, akan menjaga Ahmad dan Fatimah, mujahid dan mujahidah kita tercinta…, insya allah mereka akan tumbuh dengan akhlak seperti umminya atau mungkin lebih dari abi dan umminya..
Abi janji pada ummi, akan menjaga Ahmad dan Fatimah, mujahid dan mujahidah kita tercinta…, insya allah mereka akan tumbuh dengan akhlak seperti umminya atau mungkin lebih dari abi dan umminya..
Selamat jalan wahai mujahidahku
tersayang, semoga Allah menerima semua amal ibadahmu dan menempatkanmu dijannah-Nya
yang tertinggi … Aamiin …
demikian dari saya setiap kesalahan
datang dari saya untuk itu saya mohon maaf dan setiap kebenaran hanya milik
ALLAH SWT.
Ya Allah.. Aku berlindung padamu
dari Azab dan Siksa api neraka. Aamiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar