Sabtu, 01 Oktober 2011

Perempuan Hamil Sebaiknya Tak Mengonsumsi Kedelai


Temuan Kontroversial
Perempuan Hamil Sebaiknya Tak Mengonsumsi Kedelai
 
London, Sinar Harapan
Penelitian terbaru menemukan perempuan hamil yang mengonsumsi kedelai berisiko memiliki bayi dengan pertumbuhan kurang maksimal. Kesimpulan ini muncul setelah uji pada tikus menunjukkan zat kimia dalam kedelai dapat merusak organ reproduksi janin.

Sampai saat ini, belum ada bukti yang menunjukkan dampak serupa terjadi pada manusia. Kecuali sebuah penelitian yang dilakukan sekitar tiga tahun lalu di Los Angeles. Studi tersebut hanya mengungkap 80 persen janin dari 54 perempuan hamil yang diteliti memiliki level phytoestrogen sangat tinggi. Uji terhadap tikus, level phytoestrogen –salah satu senyawa yang terdapat pada kedelai— berdampak negatif pada perkembangan janin. Hal sama dikhawatirkan juga terjadi pada manusia.
Kacang kedelai berisi senyawa yang disebut phytoestrogen atau isoflavones, yang diketahui memiliki dampak serupa dengan hormon oestrogen pada perempuan. Di satu sisi, keberadaan hormon oestrogen ini bisa mengatasi gejala menopause yang tidak menyenangkan. Namun di sisi lain, keberadaan senyawa ini berefek negatif pada janin dan anak-anak.
Seperti diberitakan BBC News, sisi negatif yang mengejutkan itu terungkap dalam simposium internasional ketiga tentang Peran Kedelai dalam Mencegah dan Mengobati Penyakit Kronis di Washington DC tahun 1999. Saat itu, tim dari Cedars-Sinai Medical Center membeberkan data dua penelitian, satu terhadap binatang dan satu pada manusia, mengenai dampak negatif senyawa yang terdapat pada kedelai.
Dr Claude Hughes, direktur Center for Women’s Health dari Cedars-Sinai Medical Center, saat itu mengatakan bahwa hormon seks memainkan peran penting dalam mengorganisasi pembangunan jaringan pada awal kehidupan. ”Hormon ini terlibat dalam cara otak diorganisasi, cara organ reproduksi dan sel dibangun, bahkan bagaimana fungsi kekebalan dikembangkan.”
Kini, empat tahun setelah simposium itu, kesimpulan tersebut ternyata belum berubah. Sehingga para peneliti di Amerika Serikat (AS) merasa perlu menganjurkan agar dilakukan penelitian lanjutan untuk memastikan apakah kedelai cukup aman dikonsumsi perempuan hamil.

Pengaruhi Organ Reproduksi
Penelitian terbaru yang dilakukan para ilmuwan dari Johns Hopkins School of Public Health tentang dampak kedelai kembali dilakukan pada tikus. Tikus-tikus tersebut diberi genistein, senyawa kimia yang ditemukan dalam kedelai.
Sejumlah besar genistein ini ditemukan pada beberapa susu formula bayi dan dalam suplemen yang dikonsumsi perempuan sebagai alternatif untuk terapi pengganti hormon.
Menurut laporan New Scientist, para ilmuwan menemukan bahwa tikus jantan yang mendapatkan level genistein cukup tinggi dalam rahimnya memiliki kelenjar prostat lebih besar dan testis lebih kecil.
Tikus tersebut memiliki jumlah sperma normal dan seolah berniat kawin ketika ditempatkan bersama tikus betina. Tapi mereka ternyata tidak bisa ejakulasi.
Para ilmuwan juga menemukan indikasi bahwa keberadaan genistein dalam rahim dan selama proses menyusui memiliki dampak lebih besar. Sementara tikus jantan yang memiliki genistein juga memiliki kelenjar thymus —organ yang memproduksi sel kekebalan— lebih ringan. Kesimpulan ini berlawanan dengan studi sebelumnya.
Yang menambah bingung, para ilmuwan juga menemukan bahwa genistein pada level moderat memiliki dampak lebih besar dibanding dosis yang tinggi.
Sabra Klein, salah satu yang terlibat dalam penelitian itu, mengatakan proyek ini bisa menjadi peringatan bagi perempuan hamil untuk menghindari kedelai.
Namun Anda sepertinya tak perlu terlalu panik karena sampai sekarang hal tersebut belum terbukti pada manusia. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membuktikannya.
Setahun lalu, kesimpulan sama juga muncul bahwa konsumsi susu kedelai bisa mempengaruhi kemampuan bayi melawan infeksi dan penyakit. Namun beberapa ilmuwan berpendapat bahwa jika kedelai memiliki dampak signifikan pada kesehatan bayi, maka itu akan terlihat dari sekarang
Namun jika tidak mau ambil risiko, hal paling aman yang bisa dilakukan adalah mengganti konsumsi susu kedelai dengan Air Susu Ibu (ASI) atau susu sapi. Tapi dalam kasus di mana perempuan diharuskan oleh para ahli medis untuk mengonsumsi kedelai, maka sebaiknya konsumsi tersebut tetap dilanjutkan.
Susu kedelai sudah cukup lama digunakan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Sehingga jika ada persoalan, mestinya itu sudah bisa dilihat dari sekarang. (san)
 

 

 
Copyright © Sinar Harapan 2002

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berpikir Komputasional

  Pada zaman saat ini, banyak peralatan dan aplikasi di dunia digital yang memakai kompute. Banyak program dari komputer, diantaranya untuk ...