Kamis, 05 Januari 2012

K3 dan Ergonomi

Posted: 03 Jan 2012 04:17 PM PST
K3 dan ergonomi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Dua-duanya sama-sama membahas tentang kerja dan dua-duanya sama-sama membahas keselamatan dan kesehatan. Lalu apa bedanya ergonomi dan K3? Hubungan antara ergonomi dan K3 ini memang sering cukup membingungkan bahkan ada suatu riset yang sengaja meneliti hal ini dengan judul ‘The relation between OSH and ergonomics: a ‘mother-daughter’ or ‘sister-sister’ relation?’ oleh Hermans V, dan Peteghem J.
Istilah K3 mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita, K3 adalah keselamatan dan kesehatan kerja atau dalam Bahasa Inggris disebut Occupational Safety and Health (OSH). Namun istilah ergonomi masih jarang didengar di telinga masyarakat umum dan masih dianggap istilah baru walaupun sebenarnya sudah ada sejak lama. Kata ergonomi lebih banyak dikenal masyarakat umum di iklan-iklan produk-produk yang ergonomis seperti sepeda motor dan keyboard komputer yang ergonomis. Bahkan di kalangan terdidik pun istilah ergonomi masih jarang dikenal. Dahulu mayoritas orang-orang yang mengetahui istilah ini menyebut ilmu ini sebagai “ilmu kursi”, mungkin karena terlalu banyaknya penelitian ergonomi di Indonesia yang menggunakan kursi antropometri atau merancang kursi yang ergonomis. Sungguh sangat disayangkan karena pemahaman seperti ini terlalu sempit. Berita baiknya akhir-akhir ini sudah ada kemajuan mengenai pemahaman ergonomi di khalayak umum yang mulai memahami bahwa ergonomi berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, namun berita buruknya, mayoritas orang bahkan termasuk praktisi kesehatan dan engineer baru mehamami ergonomi hanya sebagai ilmu yang membahas beban fisik kerja sehingga muncul kesan ergonomi hanya berkaitan dengan postur kerja, biomekanika dan yang paling sering disebut-sebut adalah musculoskeletal disorder (MSD).
Apa sih sebenarnya ergonomi itu?
Ergonomi merupakan disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya (Wignjosoebroto, 2003). Jadi ergonomi secara singkat adalah Ilmu tentang kerja yakni merancang bagaimana agar seseorang bisa bekerja dengan baik. Indikator suatu kerja dikatakan baik adalah jika tercapai keselamatan kerja, kesehatan kerja, produktivitas kerja, kualitas kerja, dan kepuasan kerja.
Secara detil, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dengan dan elemen-elemen lain dalam suatu sistem dan pekerjaan yang mengaplikasikan teori, prinsip, data dan metode untuk merancang suatu sistem yang optimal, dilihat dari sisi manusia dan kinerjanya. Ergonomi memberikan sumbangan untuk rancangan dan evaluasi tugas, pekerjaan, produk, lingkungan dan sistem kerja, agar dapat digunakan secara harmonis sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan keterbatasan manusia (international ergonomic assosiation, 2002). Sumber lain mengatakan ergonomi adalah ilmu untuk menggali dan mengaplikasikan informasi-informasi mengenai perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik manusia lainnya untuk merancang peralatan, mesin, sistem, pekerjaan dan lingkungan untuk meningkatkan produktivitas, keselamatan, kenyamanan dan efektifitas pekerjaan manusia (Chapanis, 1985). Karena orientasi utamanya adalah manusia maka ergonomi biasa juga disebut human engineering, human factors, dan human centered design (HCD). Seluruh definisi ergonomi di atas sering diringkas menjadi suatu prinsip atau semboyan ergonomi yakni „fit the job to the man atau ada juga yang „fit the task to the worker.
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa ergonomi mengedepankan bagaimana agar suatu pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif, aman / selamat, nyaman, sehat. Disini dapat diambil kesimpulan bahwa K3 (selamat dan sehat) adalah bagian dari tujuan ergonomi walaupun selain keselamatan kerja dan kesehatan kerja ergonomi juga berbicara mengenai efektifias kerja, produktivitas kerja, kualitas kerja, dan kepuasan kerja.
Apakah benar K3 dicapai dengan ergonomi?
Untuk mencapai keselamatan dan kesehatan kerja (K3) maka pekerja harus dilindungi dari kecelakaan kerja maupun penyakit akibat kerja. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisasir kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja adalah dengan merancang suatu sistem kerja (job / task) (alat kerja, elemen kerja, prosedur kerja, lingkungan kerja, bahkan organisasi kerja dsb) yang disesuaikan (fit) dengan kondisi manusia (man) seperti perilaku, kemampuan, keterbatasan, kapasitas, dan karakteristik manusia. Sebagai contoh :
1.       Dimensi ukuran mesin disesuaikan dengan misalnya ukuran orang Asia untuk menghindari postur kerja yang tidak sesuai (menyesuaikan dengan antropometri tubuh orang Asia)
2.       Spesifikasi desain alat kerja diganti misalnya yang tadinya menggunakan tangga diganti menjadi lift (menyesuaikan dengan tubuh manusia sehingga lebih mudah dalam membawa beban)
3.       Penambahan lampu warna atau suara tertentu untuk kondisi-kondisi tertentu misalnya darurat (menyesuaikan dengan karakteristik manusia yang secara alami lebih banyak perhatian / atensi jika terdapat display)
4.       Mengganti bahan atau material dengan yang tidak berbahaya / mempunyai tingkat bahaya lebih rendah (menyesuaikan dengan keterbatasan tubuh manusia yang sangat sensitif atau reaktif terhadap material tertentu)
5.       Mengganti proses kerja yang terlalu berbahaya, misalnya mengganti proses mesin yang terlalu banyak mengeluarkan kebisingan dan panas (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia yang mempunyai kapasitas paparan kebisingan dan panas)
6.       Mengurung proses misalnya karena melibatkan bahan berbahaya, temperatur tinggi dsb (menyesuaikan dengan tubuh manusia yang rentan terhadap kondisi-kondisi tersebut)
7.       Menggunakan metode kerja yang basah untuk menekan debu (menyesuaikan dengan tubuh manusia agar debu tidak berterbangan dan mudah terhirup)
8.      Pengadaan prosedur darurat dan training (menyesuaikan dengan kebutuhan manusia yang secara alami akan panik dan kebingungan dalam keadaan darurat)
9.       Rotasi kerja misal shift (menyesuaikan dengan kapasitas manusia yang tidak mungkin harus selamanya kerja malam karena secara natural fisik manusia digunakan untuk aktivitas di siang hari)
10.   Housekeeping misalnya perawatan agar tempat kerja selalu terhindar dari genangan air atau basah (menyesuaikan dengan tubuh manusia yang rentan terhadap aliran listrik atau mudahnya terpeleset)
11.    Penggunaan masker (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia yang mempunyai kapasitas paparan debu)
12.    Penggunaan earplug (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia yang mempunyai kapasitas paparan kebisingan)
13.    Penggunaan kacamata pelindung (menyesuaikan dengan keterbatasan manusia dimana organ mata sangat sensitif)
Contoh-contoh di atas membuktikan bahwa segala upaya untuk mencapai K3 dilakukan dengan upaya menyesuaikan dengan kemampuan, kapasitas, keterbatasan dan karakteristik manusia (fitting the job to the man) dan proses penyesuaian (fitting) inilah dibutuhkan disiplin ilmu ergonomi dalam perancangan suatu sistem kerja atau elemen kerja.. Proses penyesuaian (fitting) ini dilakukan untuk mengurangi resiko (hazards) dengan cara engineering control (contoh nomor 1-6), administrative / work practice control (contoh nomor 7-10), atau alat pelindung diri / APD (contoh nomor 11-13) sehingga kecelakaan atau penyakit akibat kerja dapat diminimalisasi dan keselamatan dan kesehatan kerja akan tercapai atau meningkat.
Hal di atas sesuai dengan ungkapan yang mengatakan “Without ergonomic, safety management is not enough”. Jadi kesimpulannya untuk mecapai K3 maka sistem kerja atau elemen kerja yang ergonomis harus dirancang. Lebih dari ini, seperti yang telah disebutkan, selain untuk K3, ergonomi juga merancang bagaimana sistem kerja menjadi produktif atau efektif dengan cara mengurangi resiko-resiko eror atau kesalahan kerja dan mengefisienkan proses kerja (misal Poka Yoke). Namun perlu diakui bahwa inti utama dari semua indikator kerja yang baik itu adalah keselamatan kerja, karena setelah keselamatan kerja tercapai maka barulah kesehatan kerja, produktivitas kerja, kepuasan kerja dan seterusnya dapat tercapai pula.
Jadi sekali lagi untuk mencapai atau meningkatkan K3 diperlukan ergonomi dalam merancang sistem kerja atau elemen kerja dan semua usaha untuk mencapai K3 bisa dibilang merupakan upaya ergonomi, jadi tidak betul jika ergonomi didefinisikan hanya mencakup beban fisik, postur kerja dan MSD karena masih banyak lingkup lainnya dalam K3 seperti lingkungan (kebisingan, temperatur, B3 dsb), kognisi, organisasi, dan semua hal yang berhubungan dan ada di dalam sistem kerja (alat kerja, elemen kerja, prosedur kerja, lingkungan kerja, bahkan organisasi kerja dsb).
Jadi mungkin secara sederhana hubungan ergonomi dan K3 bisa dinyatakan:  ‘ergonomi adalah azas atau prinsip dari K3’. Hal ini senada dengan judul buku karangan Bennett Silalahi yang berjudul ‘Ergonomi: Sebagai Azas Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja’. Ergonomi adalah suatu ilmu, proses, metode untuk mencapai suatu kondisi tertentu, dan kondisi tertentu itu adalah K3.
Posted: 03 Jan 2012 04:04 PM PST
Sudah sering disebutkan bahwa K3 menguntungkan selain secara sosial juga secara ekonomi. K3 menghasilkan safety, health, productivity, dan quality kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Oleh karena itu K3 menghasilkan keuntungan secara ekonomi melalui penghematan / cost saving dan dari peningkatan produktivitas, kualitas dan sebagainya. Tentunya untuk menghasilkan keuntungan yang optimal maka K3 yang diimplementasikan harus K3 yang tepat.
Di luar negeri terutama di negara barat sudah cukup banyak penelitian-penelitian mengenai studi kasus keuntungan secara ekonomi yang diperoleh dari K3 yang biasanya diwujudkan dalam studi kelayakan seperti ROI, rasio cost-benefit, payback period dsb. Di Indonesia penelitian-penelitian semacam ini masih jarang mungkin karena beberapa faktor terutama karena studi semacam ini membutuhkan waktu yang cukup lama (mungkin minimal setahun untuk mengetahui ROI) dan harus melibatkan banyak pihak seperti bagian keuangan dll. Namun hal ini bisa menjadi peluang yang bagus bagi perkembangan penelitian K3 di Indonesia sekaligus bagi kepentingan industri di Indonesia.
Tolak ukur atau metrik yang digunakan dalam menghitung keuntungan finansial pun berbagai macam seperti produktivitas, biaya kompensasi pekerja, absensi, dsb. Dalam bahasa akuntansi manajerial dan analisis biaya produksi, keuntungan implementasi atau intervensi K3 secara ekonomi atau finansial dapat dilihat dari perannya membantu mengurangi biaya overhead. Biaya disini juga dibagi menjadi dua yakni direct cost yakni biaya yang langsung berhubungan dengan pekerja yakni biaya kompensasi pekerja (dalam analisis biaya ini masuk biaya overhead dan bukan direct labor karena walaupun berhubungan langsung dengan pekerja namun tidak bisa ditelusuri langsung ke produk yang dihasilkan) dan indirect cost yakni biaya yang tidak langsung berhubungan dengan pekerja seperti kurangnya produktivitas, lost work days dsb. Perlu diketahui bahwa indirect cost ini banyak berasal dari tolak ukur ‘yang tidak terlihat’ karena dalam K3 terdapat fenomena iceberg. Inilah tantangan lagi bagi praktsi K3 untuk bisa mengungkapkan tolak ukur ‘yang tidak terlihat’ itu dalam bentuk dolar atau rupiah sehingga dapat terlihat jelas bahwa indirect cost disini dapat diefisienkan sampai seefisien mungkin. Dengan keuntungan ‘yang terlihat’ saja K3 sudah sangat menguntungkan apalagi jika ditambah dengan ‘keuntungan yang tidak terlihat’. Sebuah studi dalam Journal of the American Medical Association melaporkan bahwa salah satu jenis permasalahan K3 / ergonomi saja yakni musculoskeletal disorders / MSD dapat menelan biaya overhead sekitar 61.2 billion (direct and indirect costs) tiap tahunnya pada perusahaan-perusahaan Amerika. Ini belum ditambah jenis permasalah K3 lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat jelas dibuktikan bahwa K3 memang sangat menguntungkan tidak hanya dari segi sosial namun juga dari segi ekonomi dan finansial, namun jelas dengan syarat bahwa K3 yang diimplementasikan adalah K3 yang tepat. Jadi tidak ada alasan lagi untuk mengatakan bahwa K3 adalah cost center.
Posted: 03 Jan 2012 08:20 AM PST
Forklift adalah alat bantu angkat dan pindah yang sempurna. Forklift dapat menghemat waktu dan mengurangi kemungkinan cidera yang disebabkan oleh aktifitas penanganan secara manual. Bagaimanapun forklift dapat menjadi sangat berbahaya jika dioperasikan oleh operator yang ceroboh atau tidak terlatih. Semua operator harus mendapatkan pelatihan keselamatan sebelum diperbolhekan mengoperasikan forklift.
Kecelakaan yang diakibatkan oleh Forklift cenderung menjadi sangat serius, melibati cidera diri dan kerusakan properti. Kecelakaan ini dapat dihindari jika operator mengikuti prosedur pengoperasian aman. Jangan mengoperasikan forklift sampai Anda sudah dilatih dengan benar dan mendapatkan izin untuk mengoperasikannya.
Praktek Keselamatan dasar pengoerasian forklift
Berikut ini beberapa aturan keselamatan umum untuk diikuti selama mengoperasikan forklift:
1.       Gunakan sabuk pengaman. Itu akan menjagamu tetap aman di kursi dalam ketika forklift terbaik.
2.       Forklift yang diparkir harus meletakkan garup di lantai dan posisi netral dan rem parkir terpasang.
3.       Forklift dinyatakan tidak ada operator jika operator tersebut berada 6 meter jauh dari atau forklift tersebut diluar jangkauan pengamatan oeprator. Forklift yang tidak dioperasikan harus diparkir dengan mesin pada posisi mati.
4.       Ketika mengoperasikan forklift di penurunan, muatan yang dibawa harus selalu pada posisi terangkat. Bergerak maju mengangkat. Mundur turunkan
5.       Ketika berjalan tanpa muatan pada garpu, tetap jaga garpu berada sekitar empat sampai enam inci di atas lantai.
6.       Jangna pernah membiarkan siapapun berjalan dibawah muatan yang sedang diangkat.
7.       Berhentilah di tiap sudut yang tak terlihat untuk memastikan lalulintas lainnya di area tersebut. Hal ini termasuk forklift lainnya dan pejalan kaki. Nyalakan klakson dan lihat disekitar sebelum meneruskan untuk berjalan.
8.      Jika membawa muatan yang tinggi yang menghalangi pandangan kedepan Anda, jalanlah mundur dan berputarkah untuk dapat meluhat kemana Anda akan pergi.
9.       Jika beroperasi di sekitar forklift lainnya jagalah 3 kali jarak pangjang forklift dengan forklift lainnya dan jangan pernah berusaha untuk mendahului.
10.   Jangan pernah mengoperasikan forklift mengarah ke belakang orang yang tidak mengatahui bahwa ada forklift yang beroperasi menuju belakangnnya.
KESELAMATAN FORKLIFT ADALAH UNTUK MANFAAT SETIAP ORANG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Berpikir Komputasional

  Pada zaman saat ini, banyak peralatan dan aplikasi di dunia digital yang memakai kompute. Banyak program dari komputer, diantaranya untuk ...